MELAWI (Kalbar), Tuahnewsupdate.com Hari, tanggal, bulan dan tahun yang begitu menunjukan sebuah angka 5 sesuai dengan 5 butir Pancasila, diskusi penuh kehangatan dan bermakna antara Ketua Umum LIBAS Jasli dan Kepala Desa Nanga Kayan Hamdan yang biasa disapa bang Dau, yang dimana beberapa hari yang lalu telah terjadi penangkapan pekerja PETI atau pekerja Penambang Emas Tanpa Izin diwilayah kepemimpinan Desanya.

Para pekerja PETI berduka atas penangkapan 3 orang warga pekerja PETI yang beraktifitas di Desa Nanga kayan, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat yang terjadi pada tanggal 30 April 2025 lalu.

Sementara itu, Kepala Desa Nanga Kayan, Hamdan tidak membantah bahwa masih ada ditemukan aktifitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayahnya beroperasi sampai hari ini.

Dan itupun dilakukan karena terpaksa, lantaran masyarakat tidak ada pilihan lain bekerja untuk menghidupi kebutuhan sehari hari karena himpitan ekonomi yang semakin kompleks, berimbas kepada Harga kebutuhan pokok semakin melangit dan biaya hidup semakin melejit.

“Kalau karet paling sekitar 10 persen saja masyarakat yang noreh. Sisanya terpaksa kerja tambang emas dengan segala resiko,” tuturnya saat ngopi bareng bersama Ketum LIBAS.

Dirinya berharap kepada Pemerintah ada solusi terbaik bagi masyarakat, khususnya para pekerja emas. Salah satunya mendorong penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR).

“Kita juga tidak bisa menyalahkan aparat penegak hukum, karena mereka juga menjalankan tugas dan fungsinya,” ujar Hamdan.

Terkait penangkapan sejumlah orang di wilayah Desa Nanga Kayan, dirinya mengaku prihatin.

Senada dengan Jasli Ketum LIBAS atau Lembaga informasi Borneo Act Sweep mengatakan Indonesia adalah negeri yang kaya sumber daya alam, alih-alih dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, masih banyak tambang mineral nasional yang berakhir menguap di kantong-kantong tidak resmi.

Sektor pertambangan itu unik sekali beber jasli, Berbeda dari sektor lainnya seperti pertanian, kehutanan, manufaktur, dan jasa yang bisa diproduksi massal dan berulang ulang, sektor tambang ini memiliki masa kadaluwarsa. Dirinya tidak bisa digantikan sehingga dipastikan bakal habis.

“Namun sayang sekali, negeri yang bisa dibilang sebagai surga penambangan ini juga menjadi “surga pelanggaran”, dengan maraknya aktivitas penambangan ilegal alias Pertambangan Tanpa Izin (PETI),” ungkap Jasli.

Aparat Kepolisian saat ini lanjutnya, tengah gencar-gencarnya melakukan penertiban Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di wilayah kabupaten Melawi Kalimantan Barat.

Tidak main main dalam kasus ini para penambang tersebut dihadapkan oleh negara dengan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam (1) Pasal 158 Undang-Undang Minerba yang mengatur bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Para pekerja PETI dimaknai sebagai kegiatan memproduksi mineral atau batubara yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan tanpa memiliki izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial.

Selain itu, PETI juga mengabaikan kewajiban terhadap Negara dan masyarakat sekitar.

“Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat,” tambah Jasli.

Jasli memaparkan, selayaknyalah Pemda memiliki kesempatan untuk menjadikan PETI sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Sebenarnya kata jasli, Pemda diberi ruang dan waktu dalam penetapan WPR yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba yang didalamnya membahas wewenang pemerintah dalam penetapan WPR, dimana pemerintah daerah kabupaten masih ada Dinas ESDM atau Energi Sumber Daya Mineral yang punya peran dalam pembinaan terhadap usaha pertambangan baik Pertambangan Rakyat dan Usaha Pertambangan, saat itu.

“Ketidaksiapan dan lambannya Pemda dalam penetapan WPR maka perkembangan PETI makin marak dan kerusakan lingkungan makin masif, sungguh tragis tempat usaha pertanian pun menjadi area PETI, bahkan kawasan hutan sebagai penyangga sumber air bersih dan habitat flora dan fauna pun ikut terancam, aliran Das sudah sangat rusak parah dan terkontaminasi dengan berbagai macam zat yang berbahaya bagi manusia tumbuhan dan hewan lainya,” jelas jasli.

Padahal Pemerintah terang Jasli sudah menetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Ijin Pertambangan Rakyat justru diberi ruang oleh kementrian, baik ijin perorangan dengan luas 5 hektare dan badan usaha koperasi dengan luas 10 hektare dalam jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpajang,”

Namun sejauh ini seperti tidak disosialisasikan oleh Pemda atau tidak menjadi progres terpenting bagi pemerintah daerah khususnya kabupaten Melawi saat ini, mungkin karena Pemda Melawi masih fokus pada dugaan korupsi yang semakin masif seperti yang di beritakan oleh beberapa media saat ini.

Sumber : JSLI Gas

Editor : Birong Hutagaol